Tampilkan postingan dengan label Knight. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Knight. Tampilkan semua postingan

25 November 2017

Knight Kris Film Animasi Indonesia Review

Knight Kris (Bayu Sekti)



                Sebelum berubah nama menjadi Knight Kris, film animasi ini awalnya bernama Bayu Sekti. Gue ngga tau kenapa berubah, mungkin biar lebih komersil atau ingin mencoba pasar internasional, whatever. Film ini berada dalam masa pembuatan selama 5 tahun, dan baru saja dirilis tanggal 23 November kemaren. Dengan mengusung jargon langganan “Karya Anak Bangsa” diharapkan film ini dapat mendulang sukses merebut hati penonton yang terhipnotis oleh cantiknya Gal Gadot dan macho-nya Jason Momoa (termasuk gue). Sudah ada beberapa film - film animasi “Karya Anak Bangsa” yang muncul sebelumnya, dan gue melihat ada perkembangan dalam setiap produksinya (ya lumayan). Jadi gue cukup yakin dan berharap film ini dapat melanjutkan semangat pendahulunya. Tapi sayang sekali gue dibuat kecewa L . Knight Kris adalah film serial layar lebar.

                  Applause utama gue berikan pada voice cast serta musik, visual efek dan color grading untuk film ini. Terima kasih telah menjadikan film tugas akhir kuliah ini jadi lebih terasa mewah. Ya ya gue tau “Jangan bandingin film Indonesia sama film Pixar atau Disney dong bla-bla-bla” tapi di setiap kesempatan berbicara di media lu selalu bilang film kita ngga kalah dengan film – film Pixar atau Disney. I know it’s not necessarily to  judge a bad animation movie from it’s animation but they call it animation movie for a reason, dude. It’s the selling point. Banyak adegan – adegan yang seharusnya jadi keren tapi malah gagal keren karena lack of weight, bad timing, even bad facial deformation. Kebanyakan humor dalam film ini adalah slapstick (most of the time the kids laugh) Tapi ketika humornya adalah sebuah reaksi atau gerak tubuh, bad timing ruin the joke.

                  Gue membagi masalah gue di film ini menjadi 3 : Animasi, Visual, dan Cerita. Animasi yang pertama. Karena gue adalah animator, jadi animasi menjadi yang poin pertama yang gue nilai. Dikerjakan oleh animator – animator fresh dan freelancer yang telah mengerjakan film ini dari 5 tahun yang lalu, membuat film ini terlihat inkonsisten dalam gerak animasinya. “There are some good one, and a lot of bad one”. Dari yang gue nilai, standar kualitas animasi dalam film ini terbilang rendah untuk film yang katanya berdana – uhuk – 18 Milyar. Kekurangannya sangat terasa di bagian – bagian penting seperti adegan aksi pertarungan antara karakter utama dan tokoh jahatnya, dimana kamera memegang peranan lebih penting dibanding animasi (kameranya lebih heboh) yang membut kita sulit menikmati animasinya. Belum lagi poor acting choice, lack of weight. Timing and spacing. Tolong kuasai itu dulu. Banyak animasi yang floating dalam film ini. Yang menjadi pertanyaan gue adalah “How old is this animation?” Maksud gue, lu sudah mencoba memperbaharui kualitas animasinya kah secara periodik? Sorry to say, Kalau dalam 5 tahun pengembangan itu kualitas skill animasi lu meningkat, boleh lah lu perbarui atau seharusnya ada supervisor yang benar – benar tau kualitas yang pantas di layar lebar itu seperti apa. Feature Film Animation, menurut gue, itu tahapan tinggi yang nggak bisa dengan gampangnya lu bilang “Oke, ayo bikin!” Banyak uang, waktu, dan tenaga yang harus keluar. Make a good impression, don’t rush things with all of your juniors. Lu mau gue breakdown adegan - adegan yang bikin gue geleng – geleng kepala? Banyak. Beberapanya adalah (for the sake of your entertainment) :

1. Adegan ketika mobil yang mengantar Rani ke desa Bayu, itu berasa lagi nonton Collin McRae Rally. Jalannya mulus, dan mobilnya jalan dengan kecepatan yang konstan ngga pelan (supaya ga banyak makan frame), gapake rem, gapake klakson (bodo amat kalau melindas warga yang melintas).

2. Ketika ada adegan yang ditujukan untuk humor yaitu adegan Rani kaget dengan wajahnya yang (niatnya) lucu, facial blendshape - nya malah memberikan mimpi buruk. Ini bukan Rani yang gue kenal, ini alien.

3. Walk cycle, run cycle, all your cycles are just there. Cuma ada karena lu harus bikin itu jadi cycle. Floating dan traveling. You were not creating believable walk cycle. Bahkan ada yang gw liat karakter Rani terbang bukan jalan (Gue tau walaupun ga keliatan kakinya).

Ngga bisa gue sebut satu persatu, tapi overall kualitas animasi dalam film ini masih belum believable.
     
               Visual .Desain karakter dalam film ini memiliki kesenjangan dalam kualitas modelling antar karakternya, dan karakter dengan lingkungannya. Bayu dan Rani memiliki facial blendshape yang lebih buruk dari Kaesang (gue lupa nama karakternya di film) yang membuat gue berpikir karakter model kaesang dibuat belakangan daripada karakter utamanya. Belum lagi desain karakter yang bikin gue berteriak “WTF IS THAT”. Oh ya, THE BEST VISUAL in this movie is the river steam. Seriously, simulasi airnya terlihat realistik! Seperti yang gue bilang sebelumnya, efek visual, warna dan suara di film ini bisa gw acungi jempol. Untuk lebih mudah, gue breakdown beberapa hal – hal yang positif (ada lho) dan negatif yang gue dapet dari visual di film ini :

1. Model Bayu dan Rani terlihat outdated dibanding kaesang yang memiliki facial blendshape yang lebih baik. Texture yang jomplang, yang mana karakter Bayu dan Rani serta geng botak dan warga desa ditampilkan dengan teksture yang flat tapi teksture props dan set – nya malah lebih detil.

2. Desain karakter Bayu dan Rani (atau bahkan ayah Bayu dan warga desa) ditampilkan sangat sederhana dan kurang menarik dibandingkan karakter Kaesang yang terlihat lebih keren, atau perubahan wujud harimau yang menjadi kekuatannya, atau bahkan tangan kanan Asura yang seperti wayang. Gue berharap Bayu tetap berubah jadi harimau sih, daripada jadi Bayu. 


note : Desain poster ini secara gesture, facial, superb than the movie. Why we were not getting this quality?



3.  Desain karakter villain utamanya, ASURA, membuat gue kesal dan nggak bisa berkata apa – apa. Monster merah raksasa dengan taring panjang dan mata yang merah menyala, oke gue terima. Keren. Lalu gue melihat sesuatu di perutnya. “WHAT THE HELL IS THAT??!!” itu kata – kata yang gue ucapkan pertama kali ketika melihatnya lebih dekat. Di perutnya ada akuarium berisi SPERMA yang berenang – renang. Gue nggak bercanda. Itu yang pertama kali gue liat. Bahkan pacar gue juga berpendapat sama. That things, yang terbang – terbang di dalam perutnya yang tembus pandang bagai akuarium itu terlihat seperti SPERMA. S-P-E-R-M-A (tarik nafas panjang). Setelah dilihat dengan kamera yang lebih dekat, ternyata itu dimaksutkan sebagai jiwa – jiwa yang dimakan oleh Asura. Jiwa – jiwa yang terperangkap. Sperma (jujur image itu melekat di kepala gue walau gue sudah tau bentuk aslinya). Dari jauh tetap terlihat sebagai…….Sperma.


4. Warna dalam film ini bagus, membantu untuk tone dan mood yang memberikan sperma, eh maksutnya jiwa untuk  film ini. Pengisi suara untuk film ini top banget, karena diisi oleh pengisi suara profesional seperti yang kita dapatkan ketika kita menonton film – film kartun pagi di televisi. Suara dan scoring patut diacungi jempol, ketegangan dan keseruan yang dibawakan bisa tersampaikan walau satu lagu utuh yang gue inget itu yang om Deddy nyanyiin di akhir film (yang berhadiah 300 juta itu loh).

Lanjut ke bagian terakhir ya, biar cepet :D hahaha

                Cerita dalam film ini jelas sekali ditujukan untuk anak – anak. Tidak ada humor atau referensi yang kalau gue inget, ditujukan untuk audiens dewasa. Tapi sayang sekali, Knight Kris adalah film serial yang dipaksakan menjadi film layar lebar. Kenapa gue bisa bilang begitu? Karena akhir cerita dalam film ini mengingatkan kita pada setiap akhir episode serial Pokemon, atau Dragon Ball ataupun Kamen Rider, yaitu ceritanya berlanjut di episode berikutnya. Kecuali dalam film ini tidak atau tulisan bersambung di pojok bawah. Yakin mau bikin kelanjutannya nih? A good story is shown, not told. Kebanyakan backstory dalam film ini diceritakan, bukan ditunjukkan. Animasi 2D di awal juga bagus kok, tapi sayang cuma dipakai sekali. Bayu adalah karakter anak kecil yang kuat, pemberani, dan tidak takut saat pertama kali teman – temannya menjahilinya. Tapi ketika dihadapkan pada ketakutan yang sesungguhnya, dia hampir tumbang dan akhirnya mampu melawan rasa takutnya. Bagus, di akhir cerita dia bisa mendapatkan character arc untuk itu. Tapi untuk karakter pemain yang lainnya? Tidak ada. Rani adalah sepupu dari Bayu, yang kita tidak tau latar belakangnya kecuali dia sepupu Bayu dan datang ke sana untuk liburan, that’s it. Rani hanya karakter pendamping yang menemani Bayu kemana dia pergi. Empu (si monyet) adalah karakter “orang tua bijak” yang menuntun Bayu sepanjang petualangannya. Yang kita tau hanya dia teman si pembuat keris (yang mana berarti dia tua sekali) menunggu Si Keris untuk bertemu dengan orang yang terpilih. Lebih tepatnya sih Bayu mencabut Keris yang menjadi segel Asura dan membebaskannya untuk kembali meneror dunia. Jadi yang pertama kita salahkan? Bayu. Karakter Kaesang adalah seorang Medjay atau sekelompok orang yang ditugaskan untuk melindungi keris pusaka agar tidak jatuh ke tangan orang yang salah. Kalau kelompok ini sudah ada sejak lama, kenapa si Empu ngga tau ya? Mungkin Empu kurang bergaul dengan masyarakat sekitar. Itu yang kita tau mengenai karakter utama, dan ya hanya itu saja. Tidak ada emotional connection berarti antara tokoh – tokohnya, yang membuat kita bersimpati kecuali untuk tokoh Bayu yang ayah dan warga desanya berubah menjadi batu. Humor dalam film ini terasa sangat sedikit dan penyampaiannya sering kali gagal, terutama ketika harus dilakukan dengan timing dan spacing animasi (yang mana adalah kekurangan dalam sisi animasi di film ini) yang tepat. Dengan minimnya penjelasan tentang ke - 6 ksatria keris  dan latar belakangnya, membuat gue ngga bersimpati tentang mereka (Bahkan sampai akhir pun rombongan Bayu nggak menemukan pecahan keris lainnya). Pertarungan akhir dalam film ini terasa sangat lama dan membosankan, apalagi ditambah animasi yang kurang menarik dan kamera yang melelahkan mata. Banyak penonton yang pulang bahkan sebelum film ini selesai. Secara keseluruhan cerita dan konsep film ini terlihat sekali cocok sebagai sebuah serial (yang mungkin saja memang sengaja agar ada yang menawarkan untuk menjadikannya sebuah serial) tapi dipaksakan sebagai sebuah film. Gue nggak ingat apa sebelumnya pernah, tapi gue keluar bioskop dengan perasaan kesal (dengan akhir cerita yang kentang dan sequel bait heavy) dan lelah. Bahkan anak – anak yang menonton merengek untuk minta pulang. Masih banyak PR untuk film animasi kita.  

                Film ini punya potensi. Potensi untuk jadi serial, bukan (belum) layar lebar. Mungkin perlu belajar pada Boboiboy. Perlu penggodokan yang mungkin tak perlu sampai 5 tahun. Gue nggak tau itu lama di produksi atau bagaimana, yang penonton tau hanya hasil akhir. That’s how life works. Atau mungkin diperlukan pembenahan internal mengenai bagaimana produksi animasi yang benar dan efisien, dan menghasilkan kualitas yang benar – benar “kelas dunia”. Tetap berjuang Viva Fantasia, tak perlu langsung terbang dengan produksi layar lebar, tapi mulailah pelan - pelan dengan serial dan manajemen yang bagus. Jangan sampai bersemi, sesudah itu mati.

                Akhir kata, gue hanyalah seorang animator yang bekerja di studio animasi di Jakarta, yang belum pernah mengerjakan film layar lebar. Gue cuma pernah ngerjain Bubble Bath Bay, The Insectibles, Oddbods, Star Wars Lego Freemaker, Mask Master, dan Zack Storm. Mari sama – sama belajar, ayo datang saja ke studio The Little Giantz